Karya seni warisan leluhur yang
memudar itu kini kembali dipoles oleh sentuhan para seniman kampung, dan
Alfonsa adalah suksesor dibalik kejayaan itu.
Bukan perkara mudah, melestarikan dan mengembangkan tenun ikat
asli yang mulai tergerus oleh arus modernisasi apalagi serbuan berbagai
produk yang serba instan. Namun dengan kegigihan dan kesabaran seorang
Alfonsa Raga Horeng, setidaknya telah terlihat hasil yang kian positif.
Masyarakat di kampungnya diberdayakan, dan kini, kreasi tenun ikat
binaannya pun semakin dikenal, di dalam negeri hingga ke berbagai
negara.
Sejatinya, semua ini berjalan tanpa
sengaja. Wanita lulusan Fakultas Teknologi Pertanian dari Universitas
Widya Mandala Surabaya pada 1998 ini memilih untuk kembali ke kampung
halamannya, setelah ‘tak betah’ bekerja sebagai “kuli” di Surabaya. Ia
merasa terpanggil untuk memberdayakan para wanita di kampung halamannya.
Pada Oktober 2003, Alfonsa, demikian dia
biasa disapa, akhirnya memrakarsai berdirinya sebuah kelompok tenun
yang diberi nama “Lepo Lorun-Women’s Weaver Cooperative.” Kelompok binaannya yang berlokasi di Desa Nita, Kabupaten Sikka, Flores, NTT, ini rata-rata beranggotakan ibu rumah tangga.
“Jadi awalnya hanya iseng. Saya
kumpulkan ibu-ibu dan kami bersama membuat sebuah rumah tenun sederhana.
Daripada menganggur, atau hanya kerja itu-itu saja, saya motivasi
mereka untuk berkreativitas, salah satunya ya dengan menenun,” cerita
Alfonsa kepada IndoTrading News.